Yak. 1:17
(Oleh : Pdt. Roby Setiawan)
Panggilan
‘Bapa’ di sini tidaklah berkonotasi biologis. ‘Bapa’ bermakna: Sumber hidup, yang
memulai, yang melindungi, yang menafkahi.
Masyarakat
Yahudi tidak menyebut Allah sebagai ‘Bapa’. Mereka memandang Allah sebagai YHWH, yang namaNya
tidak boleh sembarangan diucapkan. Allah sebagai Pribadi yang transenden.
Dalam Injil, Yesus
menyebut ‘BapaKu’: 53x. Yesus menyebut ‘Bapa kami’: 21 x. Yesus menyebut Allah
sebagai ‘Bapamu’ : 21 x.
Makna Allah
sebagai Bapa
1. Menyatakan
adanya hubungan yang bersifat pribadi dengan Allah. Agama-agama mengenal Allah sebagai Pencipta,
bukan sebagai Penebus. UmatNya tidak hanya
menyebut Allah sebagai ‘Bapa’ tetapi sebagai ‘Abba’ (=daddy, Roma 8:15).
Tidak semua manusia adalah ‘anak-anak Allah’, hanya yang
percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh. 1:12); bukan sebagai ‘cucu/buyut Allah’ karena
setiap orang percaya harus punya hubungan pribadi dengan Allah, tidak melalui
pengantara orang lain, kecuali hanya melalui Tuhan Yesus saja.
Sebagai ‘anak-anak Allah’, umatNya:
a. Punya akses langsung kepada Bapa Sorgawi via karya
pengorbanan Yesus.
b. Mewarisi
segala janji Allah yang kekal yang tidak pernah berdusta.
c. Menyatakan
sifat-sifat dan moralitas Bapa Sorgawi, seperti seorang anak
menyatakan
sifat dan moralitas orang tuanya (Mat. 5:16).
2.
Menyatakan
peristiwa yang sangat luar biasa. Org berdosa: musuh Allah
(Roma 8:7; Ef 2:3). Oleh anugerah Allah
saja—kita diselamatkan, tidak lagi jadi
‘musuh Allah’, tidak kena murka Allah dan dapat memanggil Allah sebagai ‘Bapa’.
3.
Menyatakan
hubungan yang sangat istimewa. Bapa tahu yang BAIK bagi anak-anak Nya (Yak. 1:17). Yang
BAIK bagi Tuhan tidak identik dengan yang kita anggap ‘baik’,yang kita inginkan /
harapkan, yang enak / nyaman dan yang instant.
4.
Menyatakan
kasih yang tidak pernah disesali (Roma 11:29; 2 Tim. 2:13).
Dalam
perumpamaan ‘anak yang terhilang’ (Luk. 15), yang terhilang adalah ANAK. Si
bungsu: selalu ingat hak, lupa kewajiban. Tuhan ijinkan si bungsu masuk
‘kandang babi’, dihinakan lebih rendah dari babi, agar dia ingat utk balik ke
Bapa. Si sulung terhilang karena: selalu
ingat kewajiban, lupa hak (Luk. 15:29). Si sulung melayani ayahnya dengan mentalitas seorang budak, bukan dengan mentalitas seorang anak yang mengasihi Bapa
Sorgawi.
5.
Menyatakan
Diri Bapa yang kekal. Bapa manusiawi hanya fana (sementara).
0 Komentar untuk "Ringkasan Khotbah : Allah sebagai Bapa (Minggu, 8 Januari 2017) "