Oleh: Pdt. Roby Setiawan, Th.D.[1]
Salah satu
doktrin di dalam kekristenan yang paling sering diperdebatkan dan disalah-mengerti
adalah tentang Allah Tritunggal. Bukan hanya orang-orang non-Kristen yang salah
paham, tetapi juga sebagian umat Tuhan.
Bagaimana kita memahaminya?
Istilah
‘Tritunggal’ atau ‘Trinitas’ tidak pernah tertulis di dalam Alkitab, tetapi
pengertiannya ada dan jelas ter-tulis di dalam firman Tuhan. Memang, akal
manusia yang terbatas tidak akan dapat memahami secara tuntas doktrin ini. Diri
Allah melampaui logika dan akal manusia.[2] Namun, itu
bukan berarti bahwa Allah sama sekali tidak dapat dipahami oleh logika manusia.
Ada hal-hal tertentu dari diri Allah yang sengaja dinyatakanNya bagi umatNya,
seperti yang tertulis di dalam ayat berikut ini, “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal
yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya,
supaya kita melakukan segala perkataan hukum Torat ini” (Ul. 29:29).
Wahyu Allah
diberikan secara progresif (secara ber-tahap, makin lama makin jelas) kepada
umatNya. Di dalam PL, ke-Tritunggal-an Allah belum secara gam-blang dinyatakan.
Namun, ayat-ayat tertentu menyata-kan ‘ke-jamak-an’ diri Allah, misalnya:
1. “Berfirmanlah Allah, ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita . . . .” (Kej. 1:26).
Siapakah ‘Kita’ di sini? Allah
sedang berbicara dengan siapa? Ada beberapa penafsir mengatakan, bahwa Allah
sedang berbicara dengan para malaikat.
Kalau tafsiran tsb diterima, maka
itu berarti, bahwa manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa malaikat.
Itu tidak benar, karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej.
5:1). Tafsiran yang tepat adalah, bahwa terjadi pembicaraan di antara ketiga
Pribadi Allah Tritunggal untuk menciptakan manusia menurut gambar dan rupa
Allah.
Perhatikan juga Kejadian 3:22, “Berfirmanlah Tuhan Allah: ‘Sesungguhnya
manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang
yang baik dan jahat. . . .” (bnd. Kej. 11:7).
2. Pemunculan satu Pribadi Malaikat
Tuhan yang unik (lain daripada para malaikat lainnya):
a.
Malaikat
ini memberkati atas namaNya sendiri, seperti yang dilakukanNya kepada Hagar, “Lagi kata Malaikat Tuhan itu kepadanya, ‘Aku
akan membuat sangat banyak keturunanmu. . . .” (Kej. 16:10; bnd. Kej.
22:17-18).
b.
Hagar
menyebutNya sebagai ‘TUHAN’ (Kej. 16:13), demikian pula dengan Abraham (Kej.
22:11).
c.
Malaikat
Tuhan bersumpah demi diriNya sendiri (Kej. 22:16).
d.
Yosua
bertemu dengan Panglima Balatentara Tuhan yang mau disembah (Yos. 5:13-15).
Malaikat biasa tidak mau disembah (Why. 22:8-9).
Kesimpulan: Malaikat Tuhan di sini
bukanlah seke-dar malaikat biasa, tetapi merupakan penampakan sementara dari
Sang Firman yang sebelum ber-inkarnasi di dalam Tuhan Yesus Kristus, sudah
menyatakan Diri sebagai ‘Malaikat Tuhan’ atau ‘Panglima Bala tentara Tuhan’.
3. Pernyataan Pribadi-Pribadi
yang berbeda dari Allah, misalnya ketika Sodom dan Gomorra dihukum Tuhan, “Kemudian TUHAN (cat: yang
menampakkan Diri kepada Abraham dan Lot, Kej. 18:1; 19:1) menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari
TUHAN, dari langit” (Kej. 19:24).
4. Pada waktu Sang Firman
berinkarnasi di dalam diri Tuhan Yesus, maka pernyataan ke-Tiga Pribadi dari
Allah Tritunggal itu menjadi jelas. Mari kita perhatikan ayat-ayat berikut ini:
a.
Perkataan
malaikat Gabriel kepada Maria, “Roh
Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan
menaungi engkau; sebab itu Anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak
Allah” (Luk. 1:35).
b.
Ketika
Yesus dibaptiskan dan sedang berdoa, “Terbukalah
langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atasNya. Dan
terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepadaMulah
Aku berkenan” (Luk. 3:21-22).
Catatan:
Kejadian ini sungguh penting, sebab
secara gamblang dinyatakan ketiga Pribadi yang berbeda dari Allah Tritunggal,
yakni: Roh Kudus (dalam rupa burung merpati), suara dari langit (suara Bapa),
dan Yesus (sang Anak) yang sedang dibaptiskan. Jadi, Pribadi Allah Bapa
bukanlah Pribadi Anak, Pribadi Roh Kudus berbeda dengan Anak, dan Bapa tidak
identik dengan Roh Kudus.
c.
Nubuat
Yesus tentang kedatangan Roh Kudus: “Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus,
yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan meng-ajarkan
segala sesuatu kepadamu.....” (Yoh. 14:26).
d.
Amanat
Agung yang diberikan Yesus sebelum Ia naik ke Sorga sangat jelas menyatakannya,
“...dan baptislah mereka dalam nama Bapa
dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19b).
e.
Berkat
rasuli yang disampaikan oleh rasul Paulus juga demikian, “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13).
5. Apa makna dari kata ‘Esa’?
Firman Tuhan berkata, “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah
kita, TUHAN itu Esa!” (bhs. Ibrani: “Yahweh
elohenu Yahweh ekhad, Ul. 6:4). Kata ‘esa’ berasal dari kata ekhad (bhs. Ibrani) yang berarti: SAJA[3]. Jadi,
ayat ini lebih tepat diterjemahkan: “TUHAN (Yahweh) adalah Allah kita, TUHAN SAJA.”
Pernyataan ini menyatakan kedudukan TUHAN yang ekslusif (istimewa) terhadap
ilah-ilah lain. Ia bertentangan dengan para ilah yang disembah oleh
bangsa-bangsa di sekitar Israel.
Jadi, kata ekhad di dalam pengakuan iman Israel sekali-kali bukan dimaksud untuk menekankan ‘Satu’nya angka secara matematis.
Bangsa Israel tidak pernah diperhadapkan
dengan persoalan: ada satu Allah atau lebih dari satu. Bagi mereka, TUHAN
(Yahweh) adalah satu-satunya Allah. Di luar Dia, tidak ada yang dapat disebut sebagai
Tuhan.[4]
Pengertian keesaan Tuhan Allah yang
sedemikian itu diucapkan oleh Tuhan Yesus sendiri, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya
Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus”
(Yoh. 17:3).
6. Tuhan Yesus pernah berkata,
“Aku dan Bapa adalah satu”
(Yoh. 10:30). Apakah makna kata ‘satu’ di sini? Demikian pula dengan ayat-ayat
berikut ini:
“Ya
Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah
Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”
(Yoh. 17:11b).
“Supaya
mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku
dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia
percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh. 17:21).
Kata ‘satu’ di atas
bukan pula bermakna secara matematis.
Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah TIGA Pribadi yang berbeda, namun Mereka
adalah SATU, maksudnya adalah: adanya KESATUAN di dalam kasih dan segala sifat
yang tidak pernah konflik satu dengan yang lainnya. Ke-Tiga Pribadi Allah
Tritunggal itu SATU di dalam segala rencana dan karya yang kekal. Mereka juga
mempunyai hubungan yang begitu eksklusif, sehingga Sang Anak berkata kepada
Bapa-Nya, “Sama seperti Engkau, ya Bapa
di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”. Penulis memberikan ilustrasi seperti
kapas yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Maka dapatlah dikatakan:
kapas di dalam air, dan air di dalam kapas. Jadi terjadi kesatuan antara kapas
dan air. Kesatuan seperti itu seharusnya menjadi model yang sempurna bagi
kesatuan umat Tuhan di dunia ini. Mari kita perhatikan penjelasan selanjutnya:
- Ajaran Roh Kudus berasal dari Sang Anak; sedangkan ajaran Sang Anak berasal dari Bapa yang mengutus-Nya (Yoh. 7:16; 16:13-15).
- Apa yang dikerjakan Bapa, itu pula yang dikerja-kan Anak (Yoh. 5:19b). Sang Anak datang ke dunia untuk memuliakan nama Bapa, yakni dengan cara menyelesaikan segala pekerjaan yang diberikan kepadaNya. Sedangkan Roh Kudus datang untuk memuliakan Sang Anak (Yoh. 16:14; 17:4).
7. Apakah itu berarti, bahwa
‘Bapa’ lebih tinggi otori-tasNya dari ‘Anak’, dan ‘Anak’ lebih tinggi dari ‘Roh
Kudus’?
Ketiga Pribadi itu sebenarnya
setara, tidak ada yang lebih tinggi otoritasNya daripada yang lain. Namun, ada
perbedaan di dalam pembagian tugas: Bapa merencanakan, Anak melaksanakan, Roh
Kudus menggenapi. Di dalam semua karyaNya, misalnya: mencipta, berfirman,
menebus, dan memelihara umatNya, ke-Tiga Pribadi Tritunggal itu selalu bekerja
sama dengan sangat serasi dan harmonis. Contoh: Allah (Bapa) mencipta (Kej.
1:1; Ef. 3:9) dengan memakai Firman-Nya (=sang Anak, Kej. 1:3; Yoh. 1:1-3).
Lalu dikatakan: Roh Allah (Roh Kudus) ‘melayang-layang
di atas permukaan air’ (Kej. 1:2). Kata ‘melayang-layang’ di sini di dalam
bahasa aslinya adalah ‘mengerami’, seperti seekor induk ayam yang mengerami
telurnya supaya bisa menetas. Roh Kudus ‘mengerami’ alam semesta yang akan
tercipta itu.
8. Sang Anak pernah berkata, “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak
seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di Sorga tidak, dan Anak-pun tidak,
hanya Bapa sendiri” (Mat. 24:36). Apakah itu berarti, bahwa pengetahuan
Anak kurang dari pengetahuan Bapa?
Istilah ‘Anak’ selalu berkaitan
dengan inkarnasi sang Firman yang
menjadi manusia (Yoh. 1:14). Pada waktu berinkarnasi, sang Firman memang
sengaja ‘mengosongkan DiriNya sendiri’—maksudnya: Ia sengaja membatasi Diri
dalam banyak hal, misalnya dalam hal pengetahuan dan keberadaanNya (bnd. Fil. 2:7). Tetapi, apabila ditinjau dari
keberadaanNya yang kekal, tentulah Sang Firman itu maha tahu adanya.
9. Apakah makna kata ‘Bapa’ dan
‘Anak’?
Dua kata ini tidak ada hubungan
dengan makna bio-logis. Maksudnya: kata ‘Bapa’ bukan berarti bahwa Allah
mempunyai istri lalu lahirlah sang Anak. Di dalam kehidupan seseharipun, kata
‘Bapa’ dan ‘Anak’ sering dipakai bukan dalam konotasi biologis, misalnya: ‘bapak guru’--sebutan ‘bapak’ di
sini ada-lah sebagai bentuk penghormatan terhadap seorang pria. Demikian pula
dengan istilah ‘anak’ tidak selalu bermakna biologis, misalnya: ‘anak kapal’
(sekoci), ‘anak tangga’, ‘si Harun itu anak Bandung’.
- Sejak jaman PL, Allah telah disebut sebagai ‘Bapa’, “Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?” (Ul. 32:6b).
“Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; namaMu
ialah ‘Penebus kami’ sejak dahulu kala” (Yes. 63:16b).
“Dan
di padang gurun . . . . TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seorang mendukung
anaknya . . . .”
(Ul. 1:31).
“Maka
haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allah-mu, mengajari engkau seperti
seseorang mengajari anakNya” (Ul. 8:5).
Jadi, kata ‘Bapa’ di sini menunjuk
pada makna: Allah adalah Pencipta,
Penebus, Pendukung, Pemelihara, dan Pengajar umat-Nya.
Nubuatan Yesaya tentang kelahiran
sang Mesias adalah hal yang menarik. Sang Anak yang akan lahir itu diberi
gelar: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang kekal, dan Raja
Damai (Yes. 9:5). Sebutan ‘Bapa yang kekal’ di sini bukan berarti bahwa Pribadi
Allah Bapa = Pribadi Allah Anak, tetapi itu berarti bahwa sang Anak juga adalah
Pencipta, Sumber hidup dan Pemelihara umatNya.
- Istilah ‘anak-anak Allah’, di dalam PL pernah dikenakan kepada para malaikat (Ayub 1:6; 2:1). Bangsa Israel pernah disebut sebagai ‘anak Allah yang sulung’ (Kel. 4:22-23). Raja yang dilantik di gunung Sion juga diberikan julukan yang sama (Maz. 2:7).
Dari ayat-ayat di atas, kita bisa dapatkan
beberapa makna dari sebutan ‘anak Allah’:
ü
‘Anak
Allah’ menyatakan sifat-sifat Allah, seperti seorang anak biasanya menyatakan
sifat-sifat orang tuanya. Para malaikat, disebut sebagai ‘anak-anak Allah’
karena mereka harus menyatakan sifat-sifat
Allah, misalnya: kesucianNya.
ü
‘Anak
Allah’ berarti memiliki persekutuan yang istimewa dengan Allah; seperti seorang
anak biasanya memiliki hubungan yang eksklusif dengan orang tuanya.
ü
Istilah
ini menunjuk pada sifat ‘wakil’ (representatif); seperti seorang anak adalah
wakil dari orang tuanya.
ü
Sebutan
ini juga menunjuk pada adanya tugas yang istimewa dari Allah, seperti seorang
anak biasanya mendapat tugas yang isimewa dari orang tuanya.
- Tuhan Yesus disebut sebagai ‘Anak Allah yang Tunggal’ (Yoh. 1:18). Itu berarti:
ü
Dia
adalah Sang Firman yang menjelma jadi manusia (cat.: bahasa aslinya
adalah ‘daging’, Yoh. 1:14). Firman pernah menjadi ‘Agen’ Allah untuk
menciptakan alam semesta (Yoh. 1:1-3). Firman juga pernah dipakai Allah untuk
menyatakan ‘isi hatiNya’, melalui para nabi-Nya, untuk disampaikan kepada
manusia (Ibr. 1:1-2). Jadi, sejak masa PL, firman Allah telah menjadi
‘jembatan’ antara Allah dengan manusia. Di dalam Diri Tuhan Yesus, firman itu
telah menjadi ‘daging’; sehingga Ia disebut sebagai Sang Firman Yang Hidup (1
Yoh. 1:1).
ü Yesus
menyatakan secara sempurna semua sifat dan karya Bapa, sehingga ‘siapa yang
pernah melihat Anak, ia telah melihat Bapa’ (Yoh. 14:9). Kata ‘melihat Bapa’ di sini tentunya bukan
berarti melihat secara fisik, sebab Bapa itu Roh adanya, dan tidak ada seorang
manusiapun yang bisa melihat Dia (Yoh. 1:18). Kata ‘melihat Bapa’ di sini
berarti melihat segala sifat dan karyaNya di dalam Diri Tuhan Yesus Kristus.
ü
Tuhan
Yesus, sebagai Anak Allah yang Tunggal, memiliki persekutuan yang sangat
istimewa dengan sang Bapa, sehingga Ia berkata, “Sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa” (Yoh.
10:15a). “Aku dan Bapa adalah satu”
(Yoh. 10:30).
ü
Sebagai
Anak, Tuhan Yesus diberikan tugas yang istimewa dari Bapa, yakni: menebus
umatNya dari hukuman dosa. Tugas semacam ini tidak pernah dan tidak mungkin
diberikan kepada manusia lainnya. Sang Anak pernah berkata,
“Bapa
mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali.
Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa meng-ambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu” (Yoh. 10:18-19).
10. Adakah analogi yang bisa
menjelaskan doktrin Allah Tritunggal?
Pertama-tama, yang perlu kita ingat
adalah tidak ada satu analogipun yang bisa menjelaskan doktrin ini secara 100%.
Jika Diri Allah bisa dijelaskan secara tuntas oleh akal manusia, maka itu berarti
Allah lebih kecil dari otak manusia. Sang Pencipta selalu mempunyai eksistensi
yang melampaui akal manusia.
Ada analogi yang diajarkan oleh
sebagian orang, yakni: ketika berada di pemerintahan, Ibu Megawati adalah
Presiden RI; dalam keluarga, beliau sebagai ibu rumah tangga; dan ketika berada
di TNI, beliau sebagai Panglima tertinggi. Itulah Tritunggal, kata mereka.
Analogi di atas sebenarnya bukanlah
Tritunggal, tetapi tunggal-tunggal. Di dalam sejarah Gereja, ajaran seperti itu
dipelopori oleh Sabellius, yang
meninggal pada tahun 215[5]. Ia mengajarkan, bahwa Tuhan Allah itu esa.
Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah modalitas
atau cara menampakkan diri Tuhan
Allah yang esa itu.
Pada masa PL, Tuhan Allah menampakkan
diriNya di dalam wajah (modus) Bapa, yakni sebagai Pencipta dan Pemberi hukum.
Sesudah itu, Tuhan Allah menampakkan DiriNya di dalam wajah Anak, yakni sebagai
Juruselamat. Akhirnya, Tuhan Allah, sejak hari Pentakosta, menampakkan DiriNya
di dalam wajah Roh Kudus, yakni sebagai Yang Menghidupkan. Ketritunggalan di sini
dipandang sebagai ketritunggalan penampakan yang berganti-ganti atau
bergiliran. Yang menampakkan diri adalah Tuhan Allah yang satu itu.
Untuk menjelaskan pendapatnya itu,
Sabellius mema-kai ilustrasi: matahari. Allah Bapa diumpamakan sebagai matahari
dalam penampakannya; sedang Allah Anak adalah matahari di dalam sinarnya; dan
Allah Roh Kudus adalah matahari dalam kekuatan-nya menyinarkan panas.
Sekali lagi, penjelasan Sabellius
bukanlah Tritunggal tetapi tunggal-tunggal. Pada saat pembaptisan Yesus secara
jelas dinyatakan, bahwa Tritunggal itu bukan sekedar penampakan yang
berganti-ganti, tetapi memang Tiga Pribadi berbeda yang secara bersama-sama
menyatakan Diri: ada suara Bapa dari Sorga, ada Pribadi Roh Kudus yang
mengambil bentuk burung merpati, dan ada Pribadi Anak (Yesus) yang baru saja dibaptiskan
(Mat. 3:16-17).
Analogi yang penulis usulkan adalah
sbb.:
Allah Bapa adalah Allah yang tak
terhingga ( ), Allah Anak juga tak
terhingga ( ), demikian pula Allah Roh
Kudus ( ). Maka:
Tak terhingga + tak terhingga + tak
terhingga = tak terhingga (tidak terdefinisikan).
Akhirnya, doktrin Allah Tritunggal
bukanlah untuk diperdebatkan oleh manusia, karena doktrin itu merupakan
pernyataan Diri Allah sendiri. Sebagai umatNya, kita hanya bisa mengamini dan
menyem-bahNya, seperti firmanNya yang berkata, “O, alang-kah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh
tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami
jalan-jalanNya” (Roma 11:33).
[1] Pdt. Roby Setiawan meraih gelar Doctor of Theology in Practical Theology di Asia Baptist
Graduate Theological Seminary, Baguio City-Philippines (1996). Gelar Doktor tsb disetarakan di DIKTI Senayan-Jakarta
November 2011. Ia sebagai Ketua Bidang Teologia & Pengajaran Sinode GKRI (anggota PGI & PGLII), Ketua
Umum PGKS (Persekutuan Gereja-Gereja Kristen di Semarang), dosen pasca sarjana di beberapa
seminary dan perintis serta gembala GKRI Roti Hidup, Semarang.
[2] Banyak orang hanya
membagi hal-hal yang: masuk akal dan tidak masuk akal. Tetapi ada satu hal lagi
yang perlu diketahui, yaitu: hal-hal yang melampaui akal. Yang terakhir ini
biasanya ber-kaitan dengan diri Allah yang menciptakan akal manusia.
1 Komentar untuk " Tritunggal = Tunggal-Tunggal?"
" שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. ואהבתא את יהוה אלהיך בכל לבבך ובכל נפשך ובכל מאדך ואהבתא לרעך כמוך. )
☝👇
" Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad. V'ahavta et YHWH ( Adonai ) Eloheikha bekol levavkha uvkol nafsheka uvkol meodekha v'ahavta lereakha kamokha. ''
☝👇
" Dengarlah, hai Israel: YHWH ( Adonai ) Elohim kita: YHWH ( Adonai ) itu satu. Dan kasihilah YHWH ( Adonai ) Elohimmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. "
( Ulangan 6 : 4 - 5, Imamat 19 : 18, Markus 12 : 29 - 31 )
🕎✡🐟✝🕊🇮🇱